Desain arsitektur gedung dan taman-taman Purwakarta
sepertinya layak bila disebut yang paling bercitarasa khas kultur daerah
di Indonesia. Perpaduan Sunda sekaligus natural modern membuat siapapun
nyaman saat mengunjunginya.
Seluruh ide awal tata kota wajah Purwakarta nampaknya mustahil bila
hanya dibuat orang biasa, rasa-rasanya tidak mungkin. Karena bila
melihat langsung di beberapa titik pusat ruang terbuka ditata begitu
matching, pas. Entah siapa yang memulainya wajah kota Purwakarta kian
berseri dan semerbak kemana-mana.
Bahkan beberapa fasilitas publik yang ada di Purwakarta konon katanya
setara dengan fasilitas publik yang ada di luar negeri sana. Sebut saja
Taman Sribaduga. Taman air mancur terbesar ini menjadi simbol baru bagi
siapapun yang ingin menikmati tingginya air di atas hamparan air
kemudian menyembur dengan segudang pencahayaan yang menyenangkan
pengunjungnya. Sekaligus membuat semua orang kagum dan merah muka,
setega ini Purwakarta mempermalukan kota besar mereka di Indonesia atau
bahkan dunia, yang sesekali terperangah melihatnya. Taman Sribaduga
menjadi salah satu persembahan terbaik dari sang pencetus ide untuk
negeri ini, mungkin mirip Tajmahal yang dibaut atas dasar cinta hingga
tak lekang dimakan masa. Itulah Taman Sribaduga dulu legenda yang
kemudian menjadi nyata.
Setelahnya Taman Citra Resmi, kisah cinta yang diabadikan dalam buku
sejarah Sunda. Lalu kini telah benar-benar nyata disaksiakan seluruh
masyarakat, tidak saja dari Purwakarta tapi dari mana-mana, ya dari
mana-mana. Taman Citra Resmi yang berada dekat Taman Sribaduga menambah
yakin kalau arsitektur Purwakarta dibangun secara sistematis dari alur
cerita. Secara tidak langsung pencetus ide benar-benar faham bagaimana
alur cerita sejarahnya begitupun akhirnya.
Tapi setelahnya ternyata ada Taman Surawisesa atau taman yang
diperuntukan bagi mereka anak muda bermain dan belajar bersama di ruang
terbuka. Belajar dari apapun termasuk dari teman sebangku, sekelas
bahkan sekampung dan dari alamnya yang terjaga. Tidak disangka kalau
desainnya seperti itu, tapi tak ada salahnya namanya anak muda senang
mencari jati diri, ingin bebas dan mengkpresikan identitasnya kepada
khalayak. Keragaman itu dibalut menjadi satu dalam jelaga keberanian,
keterbaharuan dan semangat untuk masa depan negeri. Mereka anak muda
yang selalu ingin tahu akan luasnya pengetahuan dan dunia.
Taman Pancawarna, Sepertinya tidak asing bila mendengar pancawarna,
maklum negara telah lebih dulu mempopulerkannya kepada dunia dengan
sebutan Pancasila. Terdengar berujungan kata yang tak sama tapi
sejujurnya Pancawarna pun dimungkinkan memiliki artian yang sama atas
dasar keragaman dan kemajemukan warga negara Indonesia.
Di Jalan Gandanegar yang menjadi kantor abdi negara berkarya
sejujur-jujurnya tanpa sekat ruang di dalam gedung yang sama. Seragamnya
sama saja, tapi tugasnya berbeda-beda. Taman Pancawarna pun sedemikian
persisnya dengan abdi negara. Dalam satu hamparan bunga di ruang dan
tempat yang sama namun sebetulnya berbeda. Dari taman ini terlihat
beraneka warna, kuning, jingga, ungu, merah, hijau dan warna lain yang
tidak dapat diklasifikasikan sempitnya kata. Tercium semerbak bunga yang
tidak saja dengan rasa yang sama tapi berdeba, ya sama sekali berbeda.
Darinya lahirlah kekuatan rasa yang membuat siapapun takjub karenanya.
Masih ada taman? Taman Maya Datar. Maya Datar telah menjadi kosakata
baru bagi warga Purwakarta. Dulu taman ini biasa disebut alun-alun tapi
kini sudah berbeda, namanya Taman Maya Datar. Taman Maya Datar dimulai
dari balai yang dibangun megah dengan cita rasa natural tanpa sekat
sekalipun. Maya Datar sekaligus menjadi nama Alun-alun Purwakarta yang
dahulu bernama Alun-alun Kian Santang. Kini Alun-alun Maya Datar
menyajikan dua menu taman yang indah yakni Taman Maya Datar itu sendiri
dan Taman Pesanggrahan Padjadjaran. (GUEBANGET.COM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar