Minggu, 21 Agustus 2016

KAMPUNG TAJUR

Kampung Tajur ini merupakan daerah yang dikembangkan sebagai tempat wisata berbasis wawasan lingkungan dan budaya setempat dengan melibatkan peran serta masyarakat yang tinggal di area tersebut. Desa Wisata ini terletak di Desa Pasanggrahan Kecamatan Bojong, sekitar 35 Km dari Kota Purwakarta, kurang lebih 650 meter di atas permukaan laut. Temperatur udara rata-rata berkisar antara 17 - 20 derajat Celsius. Dikelilingi pepohonan, bukit hamparan sawah, pemandangan alam Gunung Burangrang dan areal perkebunan rakyat.

Jaringan jalan yang melintasi Desa Wisata ini meliputi jalan kabupaten, jalan desa, jalan batu dan jalan tanah. Batas wilayah desa wisata ini sebelah selatan Gunung Burangrang, sebelah utara Desa Cikeris, sebelah timur Desa Cihanjarombakan dan sebelah barat yaitu Desa Bojong Timur. Desa Wisata Lembur Kahuripan ini merupakan kegiatan / aktivitas ekowisata di desa Bojong, Purwakarta dengan konsep pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

Atraksi Wisata Setempat
Atraksi wisata yang disuguhkan berupa ragam kegiatan dengan atmosfer dan sentuhan aktivitas alam pedesaan yang memiliki karakteristik khas, terutama rumah panggung yang ditata sedemikian rupa, sehingga berfungsi sebagai sarana wisata berupa akomodasi bagi para pengunjung. Desa ini juga merupakan tempat wisata pendidikan di alam terbuka dan tempat pembinaan siswa bernuansa pedesaan dengan sungai yang masih alami dan memiliki karakteristik yang khas.

Akomodasi yang ada di desa ini berupa rumah panggung khas Jawa Barat, berfungsi sebagai sarana wisata berupa Homestay bagi para pelajar yang akan melakukan penelitian. Kegiatan yang bisa dilakukan di desa ini pun sangat menarik. Pengunjung yang menginap di salah satu rumah dapat mengikuti kegiatan apa saja yang dilakukan pemilik rumah. Contohnya, jika pemilik rumah bekerja sebagai petani, maka pegunjung harus ikut bertani dengan si pemilik rumah. Kegiatan ini dapat menjadi daya tarik untuk orang-orang kota yang memang belum pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya.

Sehingga bisa menjadi pengalaman berharga yang tidak akan mereka temukan jika mereka tidak ke desa ini. Di desa ini, pengelola belum mematok harga yang pasti untuk penyewaan homestay. Hanya saja, kebanyakan yang datang membayar homestay per malamnya berkisar 150.000 rupiah.

Kunjungan Tidak Dibatasi Waktu
Wisatawan yang datang ke desa wisata ini tidak dibatasi waktu. Mereka dapat datang hari apa saja, karena di desa ini masih belum ada jadwal kegiatan yang pasti. Misalnya, jika wisatawan ingin melihat pertunjukan khas sunda dari warga setempat, mereka harus memberi tahu ke desanya jauh-jauh hari, karena orang-orang yang bersedia menampilkan
pertunjukan calung atau tari hanya orang-orang yang telah lanjut usia saja, belum ada penerus yang mengisi acara seni di desa wisata ini.

Sehingga tidak semua wisatawan yang datang ke desa ini dapat menikmati atraksi seni dan makanan khas Sunda, jika mereka tidak memesan sebelumnya. Hal ini terjadi karena keterbatasan dana yang dimiliki warga setempat, mengingat yang mengelola desanya pun hampir semua dari masyarakat setempat.

Akses jalan menuju ke desa wisata ini cukup mudah karena terdapat transportasi umum yang ada setiap saat, sehingga memudahkan wisatawan yang akan berkunjung ke desa ini. Kendaraan yang bisa masuk ke desa ini yaitu sepeda motor, mobil, bahkan bis. Tetapi jika menggunakan mobil dan bis, pengunjung hanya bisa sampai di bawah desa wisata, tepatnya parkir di depan SD. Dan harus jalan kaki atau bisa menyewa ojek ke atas kira-kira 2 km. Selain kendaraan di atas, pengunjung juga dapat meminta pemandu desa untuk menjemput wisatawan dengan kendaraan yang tersedia di desa yaitu mobil bak terbuka.

Tradisi Sunda di Dewas Wisata
Tradisi dan budaya Sunda masih kental melekat pada masyarakat kampung Tajur. Hal ini langsung terlihat pada saat berkunjung kesana. Lingkungan yang masih asri, dengan rumah pangung khas Sunda menunjukkan sisi budaya yang kuat.

Untuk memasak juga masih memakai peralatan tradisional (kayu bakar), meskipun ada juga yang menggunakan gas bantuan pemerintah. Untuk menghasilkan beras tak jarang pula masih menggunakan lumpang dan alu untuk menumbuk gabah.

Selain itu ada juga tradisi Ngencleng yang masih di jaga, masyarakat kampung Tajur memiliki sebuah tradisi atau kebiasaan unik yang sampai saat ini masih dilakukan, yaitu Ngencleng dimana setiap warga meletakkan sebuah bambu yang berisi beras di depan pintu rumah mereka masing-masing. Tradisi Ngecleng ini dilakukan oleh masyarakat untuk mengantisipasi bencana kelaparan apabila kampung mereka tertimpa musibah seperti gagal panen ataupun hasil panen kurang baik.

Biasanya batang bambu berisi beras yang berukuran 10 cm itu akan diambil oleh petugas keamanan pada malam hari lalu mengumpulkan dan menyimpan beras-beras tersebut di balai desa. Simpanan beras-beras tersebut akan dipergunakan jika panen gagal dengan membagikannya secara merata kepada setiap penduduk atau dijual kembali ke pasar dan hasil penjualannya untuk menutupi kebutuhan kampung seperti pembuatan pagar dan perbaikan jalan.

Kegiatan yang sudah dilakukan secara turun temurun di daerah ini selain Ngecleng adalah Tetunggulan. Tetunggungan atau kegiatan menumbuk padi ini tidak setiap hari dilakukan, hanya pada acara-acara khusus saja seperti penyambutan tamu, hajatan/syukuran, peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia. (WISATAJABAR.COM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar